Shadow Word generated at Pimp-My-Profile.com

16 November 2008

Dewan Adat Desak Waka Dipindahkan

Tuntutan tidak Dipenuhi, Ancam ‘Duduki’ Mapolresta

SORONG-Insiden di Km 10 yang berbuntut tertembaknya Yulianus K hingga tewas mendorong Dewan Adat Papua (DAP) Kota dan Kabupaten Sorong angkat bicara. Wakil Ketua DAP Kota dan Kabupaten Sorong Yoel Kamar mendesak Kapolda Papua untuk segera memindahkan Wakapolresta Sorong yang saat ini dijabat Kompol Yusuf Sutedjo, S.IK ke luar Papua.
Pasalnya tindakan Wakapolresta sebagai pimpinan tertinggi saat kejadian dianggap tidak menggunakan pendekatan kemanusiaan lebih dulu dalam hal ini negosiasi, melainkan langsung main tembak. Dikatakan Yoel Kamar, sepanjang sejarah baru kali ini aparat kepolisian menangani kejadian seperti ini dengan cara langsung mengeluarkan tembakan kepada warga sipil.
Selama ini tindakan aparat kepolisian tidak seperti itu, padahal banyak kasus kekacauan yang terjadi lebih hebat dari yang terjadi di Km 10 Selasa pekan lalu. “Untuk itulah Dewan Adat Papua Kota dan Kabupaten Sorong mendesak Kapolda segera memindahkan Wakapolresta Sorong ke luar Papua. Wakapolresta belum memahami secara baik budaya orang Papua,” ujarnya.
Bertempat di kediaman Ketua Dewan Adat Kota dan Kabupaten Sorong Yakomina Isir Sabtu (15/11) lalu Yoel menjelaskan, kalau sampai Kapolda ataupun pimpinan kepolisian tidak memperhatikan hal ini, maka pihaknya akan mengerahkan massa untuk tidur ataupun bermalam di halaman Mapolresta sampai tuntutan pemindahan Wakapolresta dipenuhi.
Dewan Adat sengaja tidak langsung mengeluarkan pernyataan sesaat setelah kejadian karena melihat perkembangan. Untuk menindaklanjuti tuntutan ini, Dewan Adat akan melayangkan surat ke Kapolda melalui Kapolresta Sorong AKBP Jimmy Tuilan, SE pada hari ini Senin (17/11).
Dikatakan, sebenarnya pihak kepolisian dapat memanfaatkan peran Dewan Adat dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat. Kalau saja Dewan Adat dilibatkan pasti tidak akan terjadi tembak-menembak. Kejadian seperti ini lanjut Yoel Kamar akhirnya menumbuhkan bibit kebencian masyarakat terhadap aparat kepolisian.
Padahal aparat kepolisian harusnya mengayomi masyarakat bukan menembakinya. Masyarakat pasti bisa sadar kalau digunakan pendekatan secara baik, bukan main tembak saja begitu.
“Dewan Adat sering menangani masalah yang melibatkan masyarakat dari suku mana saja dengan masyarakat Papua. Beberapa tahun lalu Dewan Adat menyelesaikan kasus masyarakat Papua tabrak masyarakat Jawa meninggal. Dewan Adat turun tangan menjatuhkan denda adat bagi masyarakat Papua dan memakamkan korban. Penyelesaian tuntas sampai dengan kedua belah pihak. Ke depan kalau terjadi kasus serupa lagi aparat kepolisian melibatkan Dewan Adat,” tegasnya.
Lanjut Yoel, permintaan maaf Kapolresta dapat dipahami dan mengerti. Namun harus diikuti dengan bukti nyata di lapangan yakni dengan membiayai pengobatan korban luka tembak maupun korban laiinnya yang timbul akibat kejadian tersebut. “Harus bayar denda adat terhadap korban yang meninggal. Masyarakat tidak mencari masalah dengan polisi, hanya mencari makan untuk hidup. Saat kejadian saya di Mapolresta melihat aparat kepolisian sudah menggunakan pakaian lengkap seperti keadaan perang,”tandasnya.
Ditambahkan Yoel, masyarakat manapun pasti emosi kalau mendengar masyarakat atau keluarganya ditabrak meninggal dan pelaku kabur. Karena itu masyarakat pun bertindak gegabah. Dalam kondisi seperti itu, dikatakan, polisi semestinya negosiasi dulu, ada anggota polisi yang menjadi negosiator bukan langsung mengeluarkan tembakan dan akhirnya menelan korban jiwa.
Untuk itulah pihaknya meminta anggota polisi yang menembak warga sipil diproses sesuai hukum yang berlaku hingga tuntas. Kejadian ini sekaligus menjadi peringatan bagi pengemudi kendaraan yang sering ngebut atau ugal-ugalan di jalanan harus berhati-hati, keselamatan pejalan kaki juga harus diutamakan.
Aparat kepolisian harus bertindak adil tidak membeda-bedakan msayarakat. Pengamatannya di lapangan, kalau anak-anak Papua yang mabuk diamankan di Polresta langsung dihajar sampai babak belur. Sebaliknya kalau anak-anak non Papua yang mabuk biasanya diamankan dan hanya ditempeleng.

Tidak ada komentar: